Jumat, 11 Februari 2011

tabrani rab


Pajak Potong Leher
Tabrani Rab
Riaupos > December 19, 2010


Inilah yang memeningkan kepala. Sebab ke manapun kita menghadap di atas dunia ini pemerintah itu berusaha untuk menfasilitasi agar kehidupan rakyatnya lebih baik.
Karena itu perlulah hulu ledak yang lebih besar yakni kapital yang lebih besar bagi pemerintah untuk mendorong rakyat ke arah kelas menengah.

Tentu saja kita paham bahwa ada jalur cepat  berupa subsidi kepada Puskesmas-Puskesmas yang mengingatkan kita kepada pepatah Inggris “health for today and education for tomorrow” maknanya jalan cepat pemerintah adalah membangun sarana kesehatan sementara jalan lambat untuk mencapai kelas menengah adalah mendorong masyarakat melalui pendidikan.

Karena itu pemerintah perlu duit alias pajak dan duit inilah sebagai hulu ledak supaya kelas menengah menjadi mayoritas. Lalu tiap negara membuat agenda-agenda sebagaimana digambarkan bagaimana negara harus berkompetisi oleh Porter. Singapura pun tak ketinggalan membuat Planning Singapore From Plan to Implementation.
Yang jelas-jelas menggambarkan dorongan pemerintah kepada sektor swasta untuk terus tumbuh sehingga dapat membuahkan pajak yang lebih besar sementara pendidikan digenjot dalam dua arah yakni keterampilan dan riset untuk mendapatkan penemuan-penemuan baru.

Lalu di mana letak kesalahan di Riau ini? DPRD tak usahkan membangun rakyat. Peraturan Daerah (Perda) Kota Pekanbaru mengenai restribusi terhadap kantin dan warung 5 persen baru disahkan DPRD Pekanbaru pada Rabu 8 Desember 2010, lalu.
Apa akibatnya? Meskipun baru namun langsung mengundang protes. Puluhan pedagang warung dan kantin yang tergabung dalam Asosiasi Rumah Makan dan Minuman Repubulik Indonesia (ASAMARI) cabang Pekanbaru menggelar demo di DPRD Pekanbaru.

Mereka memprotes ketentuan tersebut yang dinilai akan memberatkan masyarakat konsumen warung dan kantin, serta menuntut agar pihak DPRD membatalkan dan disahkannya Perda Pajak Hotel, Rumah Makan, Restoran yang mewajibkan warung makan, rumah makan, dan kantin memungut pajak dari konsumen.

“Jangan samakan perlakuan terhadap warung makan yang skalanya lebih kecil dengan restoran besar dan hotel, karena masyarakat yang datang bukan untuk gengsi tetapi untuk mengisi perut,” jelasnya. Selain itu, pihaknya juga menolak dijadikannya pedagang menjadi tameng pemungut pajak kepada masyarakat.

“Saya harapkan wakil rakyat mendengarkan suara rakyat. Bukan wakil penguasa yang melegalisasikan semua kepentingan penguasa,” tegasnya.
Namun aspirasi Asamari tidak diakomodir oleh pihak DPRD Pekanbaru. Usaha yang dilakukan pihak Asamari tidak hanya melalui DPRD saja, pihaknya juga membuka dialog dengan Dinas Pendapatan Daerah dengan memberikan solusi untuk meningkatkan PAD Pekanbaru melalui formulasi perhitungan retribusi usaha yang berkeadilan bagi UKM.

Dengan disahkannya Perda tersebut, maka terjadi pemerkosaan terhadap usaha rumah makan dan konsumen. Dengan kata lain, pihak DPRD dan Pemko Pekanbaru tidak membiarkan rakyat kecil berusaha.
Salah seorang pemilik warung, Asni, mengaku keberatan dengan dikenainya pajak sebesar 5 persen.

“Takutnya, pelanggan bakalan lari jika dikenai pajak. Dengan harga saat ini saja, pelanggan sudah berkurang. Apalagi jika dikenai pajak,” jelasnya. Hingga aksi protes berlangsung, tidak satupun anggota DPRD Kota Pekanbaru yang menampakkan batang hidungnya.
Sekwan DPRD Pekanbaru, Bukhairani Harun, mengatakan sebagian anggota dewan berangkat Pansus dan Bimbingan Teknis ke luar kota.
Dalam aksinya, massa yang merupakan pengelola warung dan kantin tersebut tak sekadar memprotes DPRD Pekanbaru dengan kata-kata dan spanduk, tetapi mereka juga memberi “kejutan” kepada dewan. Sebuah kotak hadiah diserahkan. Zaidir yang menerima nampak sangat terkejut, saat kotak dibuka, ternyata isinya kutang dan celana dalam (CD) wanita.

“Hadiah kutang dan celana dalam ini kami berikan, sebagai bentuk kekecewaan kami kepada dewan. Para wakil kami yang tidak lagi memperdulikan nasib mereka yang diwakili,” ujar Fitra. Hadiah untuk wakil rakyat tak sampai di situ. Pengunjuk rasa juga menyerahkan seperangkat alat masak. Kompor, kuali dan sejumlah alat masak lainnya diserahkan. “Biarlah kami serahkan alat kerja kami, karena jikapun kami kerja, sulit mendapat hasil, karena kena pajak,” keluh anggota ASAMARI lainnya.

Bagaimana menurut Wali Kota, Herman Abdullah? Penerapan pajak 5 persen ini sama sekali tidak berpengaruh pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemko Pekanbaru, karena dari segi nilai dan juga jumlahnya tidak memadai. Selain itu penerapan pajak ini lebih menitikberatkan pada asas penertiban dan juga kontribusi masyarakat terhadap Pemko.

Kalau sama sekali memang tidak berpengaruh pada PAD, apa pasal dan kepala pula mesti diadakan?  Nah, sekalipun wali kota memasang papan spanduk besar-besar “Pajak Anda untuk kesejahteraan publik” tapi semua berprediksi target pajak tak akan terpenuhi. Sebab yang mau dipajak inipun sudah compang-camping.
Yang jelas rakyat yang tambah miskin selaut. Lha, mana yang kaya? Yang hidup dari APBDlah. Ya… bantailah..***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar