Jumat, 11 Februari 2011

tabrani rab

Kabinet Cabai
Tabrani Rab
Riaupos > January 9, 2011 

Demokrasi maupun totaliter tidaklah berarti apa-apa dibandingkan dengan kesejahteraan masyarakat. Singapura sebagai kota yang tak ada pertaniannya tumbuh subur sehingga diperkirakan tiap penduduknya mempunyai simpanan 2,4 juta dolar AS ditinjau dari kekayaan negara.

Apa yang terjadi di Indonesia? Hanya dalam hitungan hari setelah pergantian tahun 2010 ke 2011, harga cabai di pasaran kembali merangkak naik. Kenaikan bahkan cukup signifikan yakni Rp20 ribu perkilogram. Kini di pasar-pasar tradisional, harga cabai sudah Rp100 ribu. Keluh kesah pedagang dan pembeli pun makin ramai. “Ngah, sudah payah sekarang nak makan Ngah. Beras sudah melambung naik, harga cabai merah dan cabai rawit pun ikut meroket Ngah. Seminggu yang lalu harga cabai ini Rp24 ribu sampai Rp25 ribu, kini jadi Rp60 ribu perkilogram”. Salah seorang pedagang mengatakan, karena mahal dan pembeli mulai beralih ke sambal saus, cabai kadang harus ditumpuk hingga busuk. Naiknya harga berdampak pada banyaknya pembeli. Mereka jadi lebih berpikir. Pedagang juga jadi bingung. Dijual mahal jarang pembeli, dijual murah, tak dapat untung.

Harga cabai yang melonjak hingga Rp100 ribu per kilogram  membuat Presiden SBY gerah. Presiden pun memerintah para menteri ekonominya untuk menangani masalah cabai. Kemarin, Presiden SBY didampingi Wapres Boediono dan para menteri menggelar rapat kabinet paripurna di kantor Presiden. Salah satu yang dibahas adalah kenaikan harga pangan termasuklah harga cabai ini.

Dalam rapat itu, akan dicari solusi soal kenaikan harga pangan yang sebagian besar dipicu kenaikan harga pangan dunia. “Kita pernah memiliki masalah yang sama pada tahun 2007-2008 lalu, yang berbarengan dengan kenaikan harga minyak dunia. Khusus mengatasi harga pangan waktu itu, maka kebijakan dan aksi yang kita lakukan adalah stabilisasi harga pangan,” ujar SBY. Menurut SBY, stabilisasi harga yang dilaksanakan berhasil karena harga tidak terus meroket dan bisa dikelola pada harga yang wajar. Stabilisasi harga pangan saat itu berhasil karena pemerintah pusat maupun daerah, serta dunia usaha, terutama para pelaku bisnis pangan bisa bekerja sama. “Meski pemerintah tidak bisa selalu mengendalikan kenaikan harga dan itu dilakukan oleh mekanisme pasar,” tambah SBY.

Namun, SBY juga menekanĂ‚­kan bahwa dalam menghadapi krisis seperti itu memang peran pemerintah cukup mengemuka. Artinya, tidak boleh hanya menyerahkan kepada mekanisme pasar dan sering inflasi itu terjadi. Terkait lonjakan harga cabai yang terjadi belakangan ini, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengatakan, Presiden memberi perintah khusus pada jajaran menteri untuk mengatasi masalah itu. “Kami diminta memotret ekonomi cabai. Berapa cost produksi dan nilai jual yang wajar serta upaya untuk menstabilkannya,” kata Rusman usai rapat kabinet paripurna.

Presiden juga memberikan perintah kepada Menteri Pertanian Suswono untuk meneliti peluang adanya bibit unggul baru cabai. Hal itu dimaksudkan agar bisa lebih cepat berproduksi dan tahan perubahan cuaca serta metode penanamannya. Selanjutnya, kepada Menteri Perdagangan Presiden memerintahkan agar mencari sistem distribusi yang efektif. Kelancaran pasokan cabai ke pasar akan menekan lonjakan harganya. “Baru kali ini cabai dibahas dalam sidang kabinet. Sebab, selama ini cabai bukan tergolong makanan pokok,” ujarnya.
Apalagi yang menarik? Sudah lama kita tidak mendengar kalau jabatan presiden habis maka sang istri presiden ingin pula naik jadi presiden. Masa Bung Karno yang dipotong oleh Soeharto tak pernah terdengar bahwa sang istri presiden apakah namanya Ibu Inggit atau namanya Fatmawati Soekarno dan berganti pula dengan Dewi Soekarno ingin jadi presiden. Presiden pun berganti dengan Soeharto, sayangnya sang istri lebih cepat ketemu Tuhan daripada Bapak Presidennya. Naik pula Habibie begitu-begitu juga. Tak ada terdengar bahwa istri Habibie ingin menjadi presiden.

Bola berganti pula kepada Gus Dur. Dan tak ada sedikitpun Nyonya Gus Dur, Shinta Nuriyah ingin jadi presiden. Ketika Mega naik plat jadi presiden Gus Dur pun harus puas dikirim ke Amerika untuk mengobati matanya. Ketika Bambang Yudhoyono dalam periode pertama menjadi presiden kebetulan pula tak terdengar Ani Yudhoyono yang dari nama Kristiani ingin jadi presiden. Baru sesudah Jusuf Kalla tumbang dan berganti dengan Boediono nama Ani mulai naik untuk menjadi presiden yang meniru cara-cara otoriter lainnya.
Nama Ani tak melejit, timbul pula keinginan Mega untuk menjadi presiden. Lalu didengar pula usulan agar partai Demokrat dan partai Banteng Ketaton bersatu sajalah untuk mengangkat Ani sekaligus entah menjadi presiden entah wakil presiden. Dalam posisi inilah republik ini berada disamping harga bahan pokok terus naik, minyak menunggu giliran, gaji tak lagi terbayar, kepala desa meminta supaya diangkat menjadi  pegawai negeri, harga cabai berbuntut panjang dan panjang sekali. Pandailah dikau selagi memegang kekuasaan, bile lagi masanya sang nyonya jadi presiden.

Kesimpulannya cepat atau lambat negara ini akan rubuh, siapapun presidennya. Hal ini karena bentuk negara ini tidak jelas. Korupsi maupun permainan politik yang kotor terus menjarah negeri ini. Pada saat ini negara ini sedang dihadang oleh inflasi sembilan bahan pokok yang meliputi mayoritas rakyat. Rakyat tidak lagi mempercayai pemimpinnya karena politik yang kotor dan korupsi yang tak terkendali yang menjadi soal utama bagi kita, bagi kapal besar yang bernama Indonesia ini, pasti akan tenggelam. Lagu yang paling terkenal di Riau adalah lagu “Lancang Kuning”: Lancang Kuning, Lancang Kuning Berlayar malam, Berlayar malam, Haluan menuju, haluan menuju kelaut dalam, Kalau nakhoda, kalau nakhoda kurang lah paham, Kurang lah paham, Alamatlah  kapal, alamatlah  kapal akan tenggelam. Daripada tenggelam bersama, lebih baik Riau menyelamatkan diri sendiri.***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar