Sabtu, 12 Februari 2011

Ilmuwan dan Sejarahwan Kuatir ;

Ilmuwan dan Sejarahwan Kuatir ;
Warisan Sejarah dan Budaya Terimbas Krisis Politik
Oleh : Ali Soekardi
Virya Design
© 2008 Harian Analisa. All rights reserved

Tahrir Square penuh dijejali manusia. Mereka melakukan demo besar-besaran. Terlihat pula (lewat TV) di sana-sini ada panser dan tank. Rupanya manusia yang banyak itu bukan hanya berdemo, tapi mulai bentrok antara dua kubu. Satu pihak menuntut Presiden Hosni Muba-rak yang telah berkuasa 30 tahun secara otoriter segera mundur.

Dan Kubu yang satu lagi menyebelahi Mubarak mempertahankan kekuasaannya.
Saya terkenang ketika beberapa orang wartawan Medan berkunjung ke Mesir atas undangan Kementerian Penerangannya pada tahun 1983. Bagaimana ketatnya cara pemerintahan Hosni Mubarak mengawasi segala sesuatu dengan ketat. Ketika kami mengunjungi Kementerian Penerangan (juga instansi penting lainnya) kami diperiksa dengan cermat sekali.

Tas yang kami bawa harus dibuka, diperiksa isinya. Dan kamera pun harus dipetik sampai dua tiga kali. Jelas kami dirugikan dua tiga film (ketika itu belum ada kamera digital). Padahal mereka tahu, bahwa kami adalah wartawan. Bahkan kami memakai tanda sebagai wartawan/pers yang kami terima dari Kementerian Penerangan. Tapi karena kami hanya tamu, dan peraturan pengawasan itu dilakukan untuk umum, ya kami tidak bisa bilang apa pun. Ikuti saja, karena kami ingin menjadi tamu yang baik.

Tahrir Square itu berada di tengah kota Kairo (bhs Arab : Al Qahirah). Di utara Tahrir Square yakni di Marriette Pasha, terdapat Museum Nasional Mesir. Dan di museum ini tersimpan beraneka-ragam benda-benda bernilai sejarah yang berusia ratusan, bahkan ribuan tahun. Karena benda-benda bersejarah itu dikumpulkan dan diambil dari makam raja-raja zaman Mesir kuno (Fir’aun), benda-benda dari masa awal Masehi, juga benda bersejarah peninggalan Panglima Salahuddin yang begitu terkenal.

Dulu di dalam museum itu terdapat juga mummy (Fir’aun) bersama peti matinya. Namun ketika Anwar Sadat (alm) menjadi presiden Mesir hal itu dilarang. Mummy tersebut harus disimpan, tidak boleh dipertontonkan kepada umum. Menurut Sadat, perbuatan tersebut bertentangan dengan agama dan perikemanusiaan.

Dalam Museum Nasional Mesir itu juga terdapat perpustakaan yang ketika itu katanya berisi 35.650 buku tentang budaya dan sejarah Mesir. Maka banyak sejarahwan maupun peneliti dari berbagai penjuru dunia yang datang ke museum dan perpustakaan tersebut untuk meneliti atau mempelajari sejarah Mesir.

Teramat Bangga

Para ilmuwan dan budayawan mengakui, bahwa kebudayaan Mesir, terutama Mesir kuno, merupakan kebudayaan yang tertua di dunia. Ditemukannnya, misalnya kuburan tua berusia ribuan tahun dengan didalamnya ada mayat yang berposisi duduk, mengisyaratkan bahwa di zaman Mesir kuno orang sudah percaya, bahwa "orang mati itu akan hidup kembali di alam lain".

Masyarakat Mesir teramat bangga terhadap warisan sejarah gemilang di masa lalu, dan kebudayaan mereka yang tinggi dan diakui dunia. Maka itu mereka sangat menjaga dan merawat peninggalan sejarah dan budaya nenek moyang. Bukan itu saja ! Justru warisan sejarah dan budaya mereka itu juga merupakan sumber uang. Karena merupakan daya tarik yang keras bagi wisatawan mancanegara untuk datang ke Mesir dan melihat langsung warisan sejarah tersebut.

Saya rasa tidak ada salahnya jika Indonesia mencontoh Mesir dalam hal menarik wisatawan mancanegara, untuk mengembangkan pariwisata Indonesia. Karena negeri kita juga memiliki banyak benda-benda bersejarah warisan masa lalu sampai zaman revolusi hingga sekarang. Hanya saja yang disayangkan, bangsa ini belum sadar akan nilai-nilai sejarah dan budaya yang melekat pada benda-benda tersebut.

Kita belum pintar (atau kurang mau) menggali, meneliti, dan merawat benda-benda warisan sejarah. Yang digemari hanya menjual benda-benda bersejarah itu kepada orang-orang asing (kolektor), karena harganya mahal, daripada menjaga dan merawatnya untuk kepentingan memajukan pariwisata di negara kita. Celakanya lagi, benda-benda bersejarah yang dijual kepada orang asing itu hasil "curian" pula.

Kegemaran kita bukan menjaga dan merawat agar tetap bagus bangunan-bangunan warisan sejarah tersebut, tapi malah membongkar dan menumbangkannya untuk diganti dengan bangunan bergaya modern (misalnya gedung-gedung yang dibangun berbentuk seperti kotak-kotak), atau paling meleset dijadikan ruko.

Di kota Kairo banyak terdapat museum. Selain Museum Nasional, maka salahsatunya yang terbesar adalah Museum Islam. Di sini tersimpan tidak kurang dari 60.000 benda-benda bersejarah, kebudayaan dan kesenian Islam sejak ratusan tahun lalu. Di museum ini tergambar kebe-saran Islam di Mesir sejak masa lalu sampai sekarang. Sejak masuknya Islam di Mesir yang dibawakan oleh Amr ibnu Ash tahun 641 M (zaman Khalifah Umar bin Khattab) hingga sekarang. Di museum ini juga terdapat perpustakaan dengan koleksinya 14.000 buku tentang sejarah kejayaan Islam di masa lalu.

Seribu Menara

KAIRO juga dikenal sebagai "kota seribu menara" (the thousand minarets city), Sebutan ini membanggakan warga Kairo, bahkan warga Mesir pada umumnya. Sebab di kota tersebut terdapat ribuan masjid dengan ribuan menara. Yang lebih menarik justru dari begitu banyak masjid, begitu banyak pula ragam arsitektur bangunannya. Tergantung dari mana asal orang yang membangunnya. Ada dari Arab, Turki, Parsi (sekarang Iran), dan lain sebagainya. Semuanya serba indah dan artistik

Di antaranya yang menonjol adalah Masjid Syafi’i. Pada mulanya di tempat itu hanya merupakan makam Imam Syafi’i, yaitu imam dari mazhab Syafi’i. Tapi kemudian dibangun masjid yang cukup besar dan indah sebagai tanda peringatan terhadap imam besar tersebut.

Masjid Saidina Hussein, terletak tak jauh dari pasar Khan el Khalili, menaranya berarsitektur gaya Turki. Menurut riwayat di situ terdapat makam Hussein, putera Saidina Ali, tapi hanya kepalanya, Hussein tewas dalam perang Karbala tahun 680 di Irak. Tubuhnya dimakamkan di Iraq sedangkan kepalanya dibawa ke Mesir, dan di tempat pemakaman kepalanya itu yang sekarang berdiri masjid Hussein.

Masjid yang pertama kali dibangun di Mesir adalah Masjid Amr bin Ash, pembawa agama Islam ke negeri Fir’aun tersebut, Masjid Rifa’i, berseberangan jalan dengan Masjid Sultan Hasan. Bentuk dan arsitekturnya sangat indah, dibangun pada masa pemerintahan Mohammad Ali dari Turki. Arsiteknya adalah Mario Rossi dari Italia yang ahli dalam seni Islam.

Masjid ini terkenal di dalamnya dimakamkan beberapa raja, antara lain Raja Farouk atau Fuad II. Dan juga Shah Iran, atau Raja Iran Riza Pahlevi yang digulingkan dalam Revolusi Iran pimpinan Khomeini tahun 1979. Yang terbaru adalah Masjid Gamal Abdel Nasser, yang juga tempat pemakaman pemimpin Revolusi Mesir tersebut (1952). Hanya masjid ini dibangun dengan arsitektur modern.

Museum Coptik yang dibangun tahun 1908 menghimpun berbagai macam benda bersejarah yang berkenaan dengan agama Kristen Coptik. Uniknya museum ini dibangun di atas tempat peninggalan Romawi berbentuk benteng dan gereja di daerah Mesir lama.

Begitu banyaknya khazanah Mesir peninggalan sejarah, yang selama ini dirawat dan dijaga dengan baik, sehingga bisa menghasilkan atau menjadi sumber devisa, sangat disayangkan dan disesalkan jika sampai rusak terkena imbas krisis politik yang rusuh dan belum juga kunjung selesai. Banyak ilmuwan dan sejarahwan dunia yang mengkhawatirkannya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar