Jumat, 11 Februari 2011

tabrani rab


Mobil DPRD
Tabrani Rab
Riaupos > February 6, 2011

Kalau dipikir-pikir saya  menjadi pening juga tinggal di Riau ini. Ditengok korupsi di setiap sudut, tiap hari suara melengking juga, mari kita tegakkan hukum. Di satu pihak hilangnya mekanisme kerja daerah, di lain pihak hukum yang tidak ditegakkan.

Kalau begitu apa gunanya otonomi dan apa pula gunanya demonstrasi mahasiswa agar Riau mempunyai anggaran yang lebih besar kalau angka kemiskinan begitu-begitu juga sementara mobil dinas DPRD dan bini-bini DPRD bertambah juga. Apa gunanya pemerintah daerah yang mengelu-elukan ekonomi kerakyatan sampai berbusa-busa mulut Pak Gubernur. Apa pula gunanya dibantu Kredit Usaha Kerakyatan, PT PIR, PT PER dan hantu belau, kalau angka kemiskinan begitu-begitu juga.

Nah, bagaimana dengan kita? Saya masih ingat betul enak saja pegawai negeri mengganti plat merah menjadi plat hitam hanya karena mobil ini akan digunakan oleh kampanye Golkar. Nah, bukan itu saja. Kitapun pernah membaca koran, “mobil dinas berubah plat hitam”. Penghapusan diduga ada kolusi. Sejumlah mobil dinas, baik yang dipinjamkan kepada pejabat di Pemda Riau, maupun pada anggota DPRD Riau, bukan hanya ingin dikuasai sebagai milik pribadi, tetapi platnya yang semula berwarna merah sebagai milik negara, berubah menjadi plat hitam. Bahkan tidak tanggung-tanggung, plat hitam yang mereka ubah, di belakang nomor plat tertera singkatan nama si pemakai, seperti yang tertera pada mobil dinas beberapa anggota DPRD Riau. Mereka secara tidak langsung sudah menguasai dan menjadikan mobil rakyat sebagai mobil pribadi. Yang lebih hebat lagi mobil yang sekarang ini dipinjam-pakaikan pada pejabat di Pemda Riau bukan dalam jumlah yang sedikit. Bahkan ada seorang pejabat yang mobil dinasnya dua buah.

Dibaca pula berita, “Saya Punya Delapan Mobil. Edi Bantah Kuasai Mobil dinas”. Ternyata mantan anggota DPRD Riau periode 2004-2009 Edi Ahmad RM membantah dirinya masih menguasai mobil dinas semasa menjabat anggota dewan. Apa kata koran ini lagi? “Edi tak terima namanya tetap dimasukkan oleh Satpol PP Riau ke dalam daftar mantan pejabat yang masih belum mengembalikan mobil dinas”. “Saya tidak pernah menahan mobil dinas itu. Saya saja punya delapan mobil. Mobil dinas tersebut sudah didisposisikan oleh Gubernur Riau untuk digunakan sebagai kendaraan operasional Dewan Kesenian Riau”. Edi juga mengkritisi polah anggota Satpol PP yang selama melakukan penarikan mobil dinas tidak menyertakan surat lengkap penarikan. ”Kalau mau menarik silakan, tapi bawa surat resmi penarikan. Selama ini Satpol PP pun datang tidak pernah dengan surat resmi. Sekali lagi saya katakan saya tidak pernah manahan apalagi untuk kepentingan pribadi saya”.

Bagaimana pula tanggapan anggota Satpol PP? Surat disposisi yang dikatakan Edi  bukan berarti mobil dinas itu bisa langsung digunakan oleh DKR. Melainkan harus dikembalikan dulu, lalu baru setelah itu digunakan sesuai dengan ketentuannya. Yang jelas Satpol PP tetap diperintahkan untuk menarik mobil dinas itu. ”Kami hanya menjalankan perintah saja”.  Sementara Koordinator Tim Pengamanan Aset Pemprov Satpol PP Riau mengatakan, apabila penarikan paksa yang bakal dilakukan masih mengalami kendala, maka pihaknya akan meminta bantuan kepada Polda Riau sebagai koordinator pengawas Satpol PP.  Iswadi juga mengungkapkan, sejak mulai melaksanakan tugas penarikan mobil dinas per Juni tahun lalu, pihaknya sudah mengeluarkan dana Rp27 juta. Dana itu menurutnya bersumber dari Biro Perlengkapan. “Setahu kami anggaran untuk itu tidak ada, tapi anggarannya diambilkan dari pos anggaran lain. Kalau saya tidak salah dengar tahun ini sudah ada anggaran khusus untuk pengamanan aset di biro itu,” ungkap Iswadi. Anggaran itu menurut Iswadi digunakan untuk menjemput mobil dinas di berbagai tempat. “Rp27 juta itu untuk menjemput mobil yang di luar kota, Talukkuantan, Rengat, Bengkalis, setiap kali penertiban menurunkan 35 personel, dan untuk yang luar kota itu sudah langsung kami tarik,” kata Iswadi.

Nah, pembatasan plat merah dan plat hitam itu adalah wewenang batas antara milik rakyat dan milik pribadi. Bagaimana boleh jadi dengan seenak perut dipindahkan dari milik rakyat kepada pribadi. Yang anehnya yang berbuat begini justru DPRD Riau yang mengerti mengenai undang-undang. Nah, buntutnya ya begitu-begitu juga. Apa kata Newsome sang mantan Dubes Amerika di Indonesia? “Indonesia is a big market” (Indonesia ini pasar besar). Yang tak dapat dibeli Mak-Ayah. Sisanya ya lantaknyalah situ.

Nah, Edi tak usahlah menggelembung juga lagi. Apa kata pemerintah ikut sajalah. Sebab undang-undang itu pada pemerintah. Karena itu ikutlah kata pemerintah. Apa pula nak dibuat undang-undang oleh DPRD supaya kata-kata pemerintah ini batal adanya. Tengok sajalah Mesir, apa kata Hosni Mubarak tak laku do. Nah, yang laku yang mana? Apa kata rakyat. Kebetulan sekali ini DPR Mesir memang tidak membuat undang-undang untuk itu. Oleh karena itu kalau rakyat bilang Mubarak turun, turun sajalah. Sayapun ikut pula mendengar tayangan CNN, BBC, di samping Al-Jazeera, siapa kata rakyat yang berhak menggantikan Mubarak. Tak juga nampak. Tiba-tiba muncul Ketua  Kongres Rakyat Mesir menyatakan “Saya bersedia untuk menggantikan Mubarak asal saja rakyat Mesir berhenti unjuk rasa”. Berita Kamis itupun ditutup, maka tampillah Jumat pagi jumlah masa yang akan menyerang istana presiden. Ceritanya sampai di situ seandainya Rusli Zainal Ketua Kongres, maka berhaklah Edi untuk menyerahkan mobilnya sekarang juga.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar