Senin, 21 Maret 2011

TENGKU DAHRIL

JEPANG MENANGIS

RIAUPOS > Sunday, 20 Mar 2011 | Posted by ADMIN


Jepang adalah sebuah negara yang dianggap paling siap menghadapi bahaya  tsunami. Mereka sejak dari awal telah sangat memahami betapa negaranya termasuk salah satu kawasan yang sangat rentan terhadap  gempa bumi yang berpeluang menimbulkan tsunami. Tsunami itu sendiri berasal dari bahasa Jepang yang kira-kira berarti gelombang besar.

Kajian-kajian terhadap gempa bumi serta tsunami sudah merupakan sebuah keperluan yang sangat vital bagi orang Jepang. Berbagai  riset yang mereka lakukan telah menemukan berbagai cara untuk menghindari kerugian besar akibat gempa maupun tsunami. Salah satu di antaranya yang sangat penting yang berhasil mereka temukan adalah bangunan gedung pencakar langit yang tahan gempa, sehingga gempa yang berkekuatan di atas 8,9 skala richter pun bangunan mereka tetap utuh. Bahkan ada sebuah foto sebuah kapal pesiar yang tersapu gelombang tsunami terdampar dan bertengger di atas atap sebuah bangunan yang tetap berdiri tegak.  Karena itulah ketika gempa berkekuatan 8,9 skala richter terjadi pada hari Jumat  yang baru lalu para penghuni bangunan tinggi tetap tenang. 

Mereka sangat  yakin  akan kekuatan bangunan mereka yang tahan terhadap gempa, sehingga tidak menimbulkan kepanikan yang luar besar bagi para penghuninya.

Andaikan kekuatan gempa yang sama terjadi di sekitar Kota Jakarta, kita tidak dapat membayangkan betapa banyak bangunan yang akan rubuh dan penduduk yang menjadi korban.  Belum lagi termasuk gelombang tsunami setingga 10 meter yang menyapu sampai 10 km  dari bibir pantai. Jutaan penduduk bisa  kehilangan nyawa dan rumah tempat tinggal.  Namun Jepang yang terkenal dengan kecanggihan teknogi itupun tidak luput dari musibah besar. Mereka menangis.  Lebih dari 20 ribu bangunan rubuh tersapu gelombang tsunami. Tidak kurang dari 20 ribu orang tewas atau hilang oleh gelombang besar yang menerjang dahsyat. Lebih dari 4 juta rumah penduduk gelap gulia, karena tidak ada supplai listrik, termasuk  telepon dan air bersih. Sekarang ditambah lagi dengan kebocoran radiator nuklir PLTN di Fukushima yang ikut mencemaskan dunia.  Inilah musibah terbesar dalam sejarah peradaban Jepang setelah kalah perang dunia II dengan bom atom yang dijatuhkan di Kota Hiroshima dan Nagasaki.  Kita sebagai sesama negara Asia patut menyampaikan rasa dukacita yang mendalam atas musibah yang menimpa bangsa yang mengaku sebagai saudara tua kita itu.

Saya yang pernah tinggal beberapa tahun di Jepang turut sedih dan sangat prihatin melihat situasi Jepang saat  ini. Kenangan selama bergaul dengan orang-orang Jepang yang baik hati muncul kembali.  Mereka adalah sebuah bangsa yang suka bekerja keras. Karena itu saya  sangat yakin dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama situasi di Jepang akan kembali pulih sebagai sedia kala dan bahkan mungkin akan lebih baik. Berbagai persoalan yang mereka hadapi akan dapat mereka selesaikan dengan baik. Mereka sangat suka bekerja secara bersama. Solidaritas mereka sangat tinggi. Keuletan, ketekunan, kerja keras dan kebersamaan mereka sangat luar biasa dan sudah teruji dan diakui dunia. Salah satu kata kunci keberhasilan mereka yang sangat saya kagumi adalah penghargaan mereka terhadap waktu, ilmu dan orang-orang  yang berilmu. Karena itu agaknya gaji Rektor Universitas Tokyo dibuat setara dengan gaji Perdana Menteri. Para sensei atau guru dan ilmuwan mendapat kedudukan yang terhormat di mata negara dan pemerintahan.  Tenno Haika selaku Raja pun  termasuk orang-orang yang suka menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

Selain karakter  bangsa yang menjadi kebanggaan, mereka juga sangat ditunjang oleh sistem yang sangat mapan. Bahkan banyak relevansinya dengan ajaran Islam. Saya sangat tidak paham kenapa orang Jepang dapat mengaplikasikan ajaran Islam secara konkrit dalam kehidupan nyata, padahal mereka bukan pemeluk agama Islam. Salah satu contoh sederhana dalam bidang ekonomi. Bunga bank di Jepang sejak dari tahun 1979 ketika saya pertama kali menginjakkan kaki di negeri sakura itu, sampai hari ini sangat rendah, bahkan hampir mendekati  nol persen. Seolah-olah tidak ada bunga. Bagi orang  Jepang menabung benar-benar bukanlah untuk  mengharapkan bunga bank, melainkan hanya sekedar untuk mendapat keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam mengurus kekayaan mereka, sehingga gaji  dan segala pedapatan mereka disimpan melalui bank.  Nilai mata uang mereka pun tidak banyak mengalami perubahan dari tahun ke tahun. 

Seolah-olah seperti uang emas yang tidak pernah berubah bobotnya. Para petani dan nelayan pun dilindungi negara melalui harga komoditas pangan yang senantiasa tinggi. Karena itu para petani dan nelayan di sana bisa hidup sejahtera.

Salah satu kelemahan orang Jepang yang paling besar dan mendasar menurut pendapat saya hanyalah iman dan takwa kepada Allah SWT yang tidak ada. Mereka hidup hanya sekadar untuk hidup di dunia yang fana ini.  Mereka sama sekali tidak memikirkan kehidupan akhirat. Agama Sinto yang mereka anut pada zaman dahulu pun sekarang sudah hampir mereka tinggalkan. Karena itu mereka benar-benar bertungkus lumus mengejar kehidupan dunia agar sejahtera.

Allah memang benar-benar Maha Adil. Dia tidak pilih kasih terhadap para hamba-Nya. Siapa pun yang bekerja dan berjuang untuk mendapatkan kesejahteraan, Dia beri kesejahteraan itu sesuai menurut fitrahnya. Artinya sesuai dengan ilmu yang dlimpahkan Allah kepada manusia tersebut.  Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkannya, maka Allah akan beri kehidupan dunia itu dengan sempurna, dan mereka sama sekali tidak dirugikan, namun tidak ada bagian bagi mereka nanti di hari akherat. Demikian pula sebaliknya, bagi orang-orang yang menghendaki kehidupan akherat dan mereka benar-benar berjuang untuk itu, Insya Allah, mereka akan mendapatkannya. Tapi bagi kita tentu saja ingin mendapat kedunya, bahagia dunia akherat. Insya Allah jika kita berjuang untuk itu, kita akan mendapatkannya. Amin.

Oleh karena itulah kita lihat jiwa orang Jepang sangat rapuh. Ketika mereka menghadapi suatu persoalan yang tidak dapat diselesaikan dengan baik, cepat saja mereka mengambil jalan pintas, harakiri atau bunuh diri.  Kadangkala hanya persoalan sepele pun, mereka sanggup bunuh diri. Inilah agaknya yang paling dirisaukan oleh para pemimpin di negeri itu saat ini, mulai dari Perdana Menteri  sampai kepada Tenno Haika. Mereka  selalu mengingatkan rakyatnya untuk sabar dan tidak berputus asa menghadapi musibah yang sangat luar biasa besar ini. Mereka kelihatannya sangat khawatir akan banyak  orang Jepang yang akan bunuh diri karena tidak memiliki sandaran agama yang kuat.

Di sinilah saya melihat kelebihan umat Islam. Bagi kita yang percaya akan kemahaagungan Allah, kita senantiasa menyandarkan hidup kita kepada Allah. Dialah pemilik alam semesta ini. Kita sangat paham bahwa Allah tidak akan membebani seseorang, melainkan hanya sesuai menurut  kesanggupannya.  Andaikan di dunia yang fana ini kita tidak berhasil atau belum beruntung,  kita masih memiliki harapan untuk hidup bahagia di hari akherat kelak. Setiap kebaikan akan dibalas Allah dengan kebaikan pula walaupun kebaikan itu hanya sebesar zarrah (atom).

Oleh karena itulah umat Islam selalu lebih tegar dalam menghadapi musibah ataupun cobaan seperti tsunami di Aceh. Di sana kita tidak pernah terdengar adanya orang Aceh yang bunuh diri karena musibah tersebut.  Di sini peranan iman dan takwa kepada Allah sangat penting dan menentukan. Iman dan takwa kepada Allah inilah yang tidak dimiliki oleh sebagian terbesar orang Jepang. Hanya sebagian kecil saja di antara mereka yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT (beragama Islam). Saya pernah berdiskusi dengan guru besar saya mengenai Islam, namun sampai detik terakhir saya meninggalkan Jepang saya belum mampu meyakinannya  walaupun saya sangat menginginkannya. Dia sangat baik sekali hubungannya kepada sesama manusia.  Wallahualam bissawab.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar