CAWAKOT
RIAUPOS > MARCH 6, 2011
Negeri yang konon demokrasi ini kalau sudah Pemilukada nampak demokrasi duit. Sudah itu mulailah sewa menyewa perahu mulai dari perahu Nabi Nuh sampai ke sampan kolek. Dibawalah duit sekeranjang ini ke partai, inipun dengan hitungan. Kalau sampai ke PP alias pimpinan pusat partai, tanah nenek moyangpun dijual, sudah itu kepala dijual. Di Global TV masya Allah, untuk menjadi pengurus partai binipun dijual Rp10 juta. Manalah bisa dilakukan demokrasi di negara yang pendidikannya rendah dan menghalalkan semua cara untuk mencapai tujuan.
Sayapun membaca berita Septina Primawati Rusli mendapat modal besar untuk menjadi calon Wali Kota Pekanbaru. DPP Partai Golkar sudah menetapkan istri Gubri MH Rusli Zainal tersebut sebagai jago yang diusung. Penetapan Septina sebagai calon Wali Kota Pekanbaru, dipimpin Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dan Sekjen Idrus Marham di Jakarta. “Septina memiliki popularitas yang tinggi, tren-nya terus naik dalam tiga survei yang kita lakukan,” kata Andi Ahmad Dara, Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Sumatera DPP Golkar. Andi mengatakan, dalam tiga kali survei yang dilakukan Golkar terdapat dua tokoh yang memiliki popularitas cukup tinggi, yakni antara Erizal Muluk (Wakil Wali Kota Pekanbaru yang juga Ketua DPD Golkar Pekanbaru) dan Septina (Ketua Dewan Penasihat KPPG). Nampaknya inilah alasan utama yang dipakai DPP Golkar untuk menjatuhkan pilihan pada Septina.
Bagaimana hubungan antara perahu dengan balongub? Ini betul-betul seperti tender proyek. Kalau duit tipis tak usahlah. Lebih baik mimpi jadi pemimpin, tak mungkin do sekalipun pendidikan Anda dari Harvard, pengalaman Anda terhadap suatu daerah selangit, tahu bagaimana mengadakan pendekatan terhadap masyarakat, tapi di atas segala-galanya pitih alias hepeng. Inilah yang paling menentukan ibarat tender. Yang paling mahal bukannya partai yang paling besar, akan tetapi partai yang paling menentukan. Sekalipun KPU tidak berpihak dan sebagai fasilitator, tetapi siapapun Anda, dari partai manapun Anda, siapapun yang akan Anda angkat menjadi wali kota sangat bergantung kepada ise nu mangatur negara on. Kalau tingkat cabang bisalah jut… jutt… kalau sudah sampai tingkat daerah ini pakai u…jutt alias puluhan juta dan bisa juga rajut. Kalau tingkat pusat, maka tampak betullah partai ini em..emm alias miliar-miliar. Sebab faktor pembaginya besar, walaupun bagian yang terbesar adalah Pak Ketua.
Nah, bagaimana dengan Erizal? Erizal berbesar hati. Pupus sudah harapan Erizal Muluk untuk diusung partainya sendiri, Golkar, sebagai calon Wali Kota Pekanbaru pada Pemilihan Umum Kepala Daerah 18 Mei mendatang. DPP Partai Golkar kemarin secara resmi memutuskan dan mendukung Septina Primawati Rusli, karena dinilai lebih populer. Padahal Erizal Muluk merupakan calon dari internal partai bahkan Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Golkar Kota Pekanbaru dan saat ini masih menjabat sebagai Wakil Wali Kota Pekanbaru. Apa kata Erizal? ”Sebagai kader saya menerima apa yang menjadi keputusan partai. Saya menghormati itu”.
Kendati telah menetapkan Septina sebagai calon Wali Kota Pekanbaru periode 2011-2016, tetapi hingga Rabu sore kemarin Partai Demokrat tak kunjung menandatangani surat keputusan. Hal ini karena DPP Demokrat masih menggodok wakil wali kota yang akan dipersandingkan dengan Septina. Di sisi lain Partai Golkar sudah menetapkan pasangan Septina adalah Erizal Muluk.
Dalam hal beginilah kita memilih calon-calon bupati, calon-calon wali kota, apa mau KPU lantak, apa mau partai politik pelupuh, yang penting duit masuk. Ya… nasib bangsa inilah, nak mencari pemimpin saja pening, belum lagi mencari pasangan. Bagaimana nak mencari pasangan. Kejab ade, kejab tak ade, kejab Golkar, kejab Demokrat, kejab PKS, kejab Hanura, entah ape-ape. Semogalah. Dulu bunyi lagu pemilunya “Pemilihan umum ke sana beramai”, itu tahun 1955. Lalu ketika Seoharto berganti dengan “Pemilihan umum telah memanggil kita. Seluruh rakyat menyambut gembira”. Sekarang sebaiknya lagu Basofi “Tidak semua laki-lakiiiiiii… jadi cako, kini padusiiiiiii…. bisajuo …. Pilih lah aku kecap nomor satu, kalau sudah jadi aku lupa padamu….”, he…he…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar