Senin, 21 Maret 2011

TABRANI RAB


CAWALKOT

RIAUPOS > Sunday, 20 Mar 2011 | Posted by ADMIN



Pemilukada ini dapat jugalah kita menengok tingkah laku calon wali kota, di subuh buta rumah saya diketok Pak RT, “Assalamu’alaikum….”. “Waalaikum salam ya Pak RT”.  “Ni Pak baju”.  Saya pakailah baju pemberian seorang kontestan, kebetulan yang terpakai letter M, sementara perut buncit saya letter XL, rack…….., baju inipun robek.  “Pak RT ndak bisa diganti dengan baju baru? Kalau bisa jaslah untuk saya”. “Ooh tak bisa Pak, jas hanya untuk kami RT saja”. 

Terpaksalah baju kaus saya ini diganti dengan kaus yang lebih besar, perut saya buncit nampak juga, sekalipun baju ini telah ditukar XL, seperti Pak RT pun menunjukkan baju jasnya.  Pak RT berapa baju dapat?  20 dan satu jas. Pak RT pun menunjukkan kepada saya jasnya warna hitam dengan di belakangnya tertulis Tim Sukses Tenayan Raya dan di dada sebelah kiri gambar calon wali kota dan wakil.

Sayapun telah menulis pemilihan wali kota-wali kota yang dulu. Mulai dari Tengku Ilyas sampai Oesman Effendi Apan, waktu itu lobi politik saya kuat, sehingga ketika Oesman Effendi Apan akan menjabat kedua kalinya sayapun bicara dengan Soeripto “Pie Tab”. Dengan ringan saya menjawab “Wali Kota Medan juga, Bachtiar orang Melayu yang dari RPKAD ketika kedua kalinya berhasil baik membangun Medan bahkan berhasil lagi memberikan corak Melayu pada kota Medan”. Sayapun menulis di Riau Pos yang bunyinya begini “Saya masih ingat zaman dahulu, adalah senior di kota yang namanya Datuk Harun, ada lagi Tengku Bay, ada lagi Tengku Ilyas dan yang tak asing lagi Datuk Wan Abdurrahman. Waktu itu belum ada lagi DPRD Kota, jadi pemilihan wali kota tak ada lah, dan tak lah berebut. Tengku Ilyas yang menjadi wali kota pertama di Pekanbaru ini, hanya karena Datuk Wan Abdurrahman sibuk kalau tidak salah saya nak mengawinkan anak, karena itu “Mike ajelah”, kata Pak Bay kepada Tengku Ilyas, padahal kalau diingat-ingat Tengku Bay ini dari Rengat, Datuk Wan dari Siak sedangkan Tengku Ilyas dari Pasir.

Sehabis saya mengajar, rupanya ada undangan dari  Panitia Pelaksana Deklarasi Pasangan Bakal Calon Wali Kota Septina Primawati dan Bakal Calon Wakil Wali Kota Erizal Muluk. Esoknya keluar berita “Ribuan masa yang tergabung dalam berbagai elemen masyarakat memadati purna MTQ Pekanbaru. Mereka berkumpul sejak pukul 10.00 WIB, Sabtu (12/3/11) dalam rangka menghadiri deklarasi pasangan Septina Primawati Rusli-Erizal Muluk sebagai calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Pekanbaru 2011-2016. Dalam deklarasi tersebut juga diluncurkan akronim pasangan tersebut ‘BERSERI’ kependekan dari Septina Erizal. Hadir dalam deklarasi tersebut sejumlah petinggi partai pengusung, yakni Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Gerindra. Septina selain didampingi Erizal, juga didampingi suaminya yang merupakan Gubernur Riau M Rusli Zainal. Uniknya, Ketua DPD Partai Demokrat (PD) Riau Raja Mambang Mit juga hadir, namun dalam kapasitas sebagai Wakil Gubernur Riau. Panitia memang mengundang sejumlah kepala daerah, termasuk Wali Kota Pekanbaru Herman Abdullah, namun tidak hadir.

Mengenai calon wali kota wanita tampaknya memang hebat walaupun Riau termasuk golongan Bapak (patriachat). Tapi pencalonan wali kota wanita memang mendapat reaksi yang keras  dari masyarakat. Basrizal Kota, Ketua IKMR pagi-pagi telah menyatakan reaksinya agar dipandang juga golongan wanita ini, tentu saja maksudnya bukan karena Septina golongan wanita.

Begitu hebatnya pencalonan Septina inipun ditayangkan di MetroTV. Apa beritanya? “Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Riau mengecam perempuan menjadi calon Wali Kota Pekanbaru”. Menurut mereka, pencalonan perempuan tak sesuai dengan ajaran Islam. Itu ditegaskan anggota Komisi Ukwah MUI Riau, Muhammadun, Senin (14/3). Menurutnya, perempuan haram mencalonkan diri apabila masih ada laki-laki yang bisa menjadi pemimpin suatu negeri. Ia pun meminta perempuan Riau tak meramaikan bursa kepala daerah. Penegasan MUI itu diprotes seorang calon Wali Kota Pekanbaru Septina Primawati. Menurutnya, tak ada larangan dalam Islam terhadap perempuan yang ingin menggunakan hak politiknya. MUI Pusat saja, kata Septina, menerima pencalonan kaum perempuan sebagai pemimpin.

Dari masyarakat tampak pula reaksi terutama  dari golongan mahasiswa. “Kali ini kita di bawah gubernur”. Begitu pula wali kota dan bupati menyesalkan langkah ini.  Tapi apalagi nak dibuat, dah tecalon. Erizal sendiri bila lagi nak mencalon walaupun gambar professor Isjoni mendampingi dia, tapi tak juga ditawar oleh partai. Gambar Firdaus walaupun besar tak juga ditawar partai. Banyaklah paham dan pendapat Septina dan Erizal bakal duduk juga. Walaupun gambar Sulistiawaty Ningrum memasang nama sebagai calon Demokrat  tak juga mendapat lamaran dari partai politik. Rusli Zainal memang dengan segala kekuatan ingin mengangkat istrinya menjadi wali kota melalui Ketua PPP Pusat, Suryadharma Ali. Zaman sekarang apa yang tak boleh. Ya..bantailah Pak, Selagi ada kekuasaan. Boleh tak boleh ya nantilah. Horeeee…..


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar